Sejuta Anak Putus Sekolah

Satu Juta Siswa di Indonesia Putus Sekolah

Dunia pendidikan di Indonesia masih mengalami keterpurukan dan tertinggal dari negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Tahun 2006, sebanyak 1.035.226 siswa putus sekolah di tingkat SD, SMP, SMA.

Menurut data Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, dari 25.982.590 siswa SD sebanyak 824.684 putus sekolah, dari 8.073.389 siswa SMP sebanyak 148.890 putus sekolah. Sedangkan siswa SMA yang putus sekolah tercatat 61.652 atau 1,81 persen dari 3.497.420 siswa.

“Kondisi anak putus sekolah menjadi masalah serius dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pemerintah harus mempunyai komitmen serius untuk memajukan dunia pendidikan kita,” ujar Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat, kepada SP, di Jakarta, Kamis (13/9).

Komaruddin mengungkapkan, faktor ekonomi telah menghambat perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, sehingga banyak anak putus sekolah karena tidak sanggup membayar uang sekolah. Pemerintah juga harus komitmen pada anggaran pendidikan yang tertuang dalam undang-undang.

Kurangnya perhatian dalam dunia pendidikan mendorong pihak swasta menggalang bantuan untuk anak-anak kurang mampu namun berprestasi untuk terus dapat bersekolah. PT Unilever misalnya, menyisihkan Rp 1.000 dari setiap penjualan es krim Viennetta dalam ukuran tertentu untuk disalurkan ke ribuan anak di 33 provinsi agar tidak putus sekolah..

“Siswa putus sekolah kebanyakan dilatarbelakangi kondisi ekonomi. Padahal, pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan eksistensi pembangunan ekonomi suatu bangsa,” ujar Marketing Manager PT Unilever, Andrie Darusman, di sela-sela peluncuran program bantuan perusahaan ini untuk pendidikan anak, Selasa (11/9).

Sebagai penyalur bantuan itu, Dompet Dhuafa, akan menyeleksi anak-anak d ibangku SD yang akan menerima beasiswa. “Penyeleksian ini akan dilakukan oleh kami dan pihak Wall’s. Pemberian beasiswa sementara ini ditujukan kepada anak-anak kurang mampu yang mempunyai prestasi,” ucap Direktur Sumber Daya Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini.

Aksi Cepat Tanggap

Sementara itu, Direktur Operasional Aksi Cepat Tanggap (ACT), Syuhelmaidi Syukur, mengatakan, tenaga pengajar adalah ujung tombak dunia pendidikan. Program Indonesia Sekolah yang digalang ACT tak hanya membantu kelanjutan anak-anak mendapatkan hak pendidikan, tapi juga membantu mensejahterakan tenaga pengajar dan menyiapkan sarana dan prasaran belajar mengajar.

“Dunia pendidikan itu mencakup siswa, tenaga pengajar, dan sarana prasana sekolah. Bantuan dari masyarakat luas kebanyakan berbentuk beasiswa atau membangun dan memaksimalkan sarana dan prasarana sekolah. Sementara tenaga pengajar agak terlupakan,” ujar Syuhelmaidi, pada peluncuran program Food 4 School, di Al Haya Book Store, di Jakarta, Rabu (12/9). [CNV/S-26/SP]

Tinggalkan komentar